Minggu, 01 Juni 2008

Kode Etik Humas Internasional,Regional dan Nasional

Kode Etik Humas Internasional,Regional dan Nasional
Kode etik profesi adalah tata cara dan tata krama yang memberikan aturan atau petunjuk pada para praktisi hubungan masyarakat dalam melaksanakan tugas. Kode etik akan memberikan batasan-batasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi kehumasan dan dapat memelihara integrasi dari praktis maupun profesi yang diembannya.
Anda sudah memaklumi bahwa setiap profesi harus dilengkapi dengan perangkat kode etik, misalnya profesi kedokteran yang sudah dilengkapi dengan perangkat kode etik sejak ilmu kedokteran dikenal oleh manusia. kode etik dapat saja dirubah, ditambah dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan situasi yang ada. Sebagaimana Anda maklumi bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan, maka hubungan masyarakat sebagai suatu profesi dan terkait dengan masyarakat juga turut mengalami perubahan dan perkembangan.
Setiap ketentuan yang terdapat dalam kode etik harus dapat mengakomodasi perubahan standar atau nilai yang terjadi dalam kehidupan ini. Perkembangan ini akan terus mengikuti gejolak perkembangan di segala bidang dan hal yang membawa pengaruh pada setiap profesi.
Kode etik akan mengatur tata cara antaranggota asosiasi hubungan masyarakat, dan juga mengatur hubungannya dengan majikan, klien atau khalayak luas.
Analisis dan Perkembangan Kode Etik
Etika sangat penting untuk mengukur nama baik suatu organisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kepercayaan terhadap etik dan masalah atau situasi etis yang dibentuk oleh nilai-nilai yang dianut. Demikian dinyatakan oleh pakar PR, Doug Newsom, Alan Scott dan Judy Vanslyka Turk Slyke Turk dalam buku, This is PR The Realities of Public Relations.
Selanjutnya ditambahkan agar praktisi menyadari secara etis mereka memiliki tanggung jawab terhadap klien, media massa, agen-agen pemerintahan, institusi pendidikan, konsumen informasi, para pemegang dan analis saham, masyarakat, pesaing dan kritikus, serta praktisi PR lainnya. Tanggung jawab sosial para praktisi PR mengacu pada pemberian layanan yang dapat diandalkan, yang tidak mengancam lingkungan, dan memberikan keuntungan positif bagi masyarakat baik secara sosial, politik maupun ekonomi. Sedangkan tanggung jawab finansial mengacu kepada kondisi keuangan perusahaan yang baik dan sehat.
Dalam hal ini kita dapat mengutip apa yang pernah dikatakan oleh Goran E. Sjoberg, mantan Presiden IPRA, dalam pidato pada Commonwealth PR Conference di Abuya, Nigeria, bulan September 1990, yang menyatakan bahwa etika adalah prinsip bertindak, yang didasari oleh perbedaan tajam antara benar dan salah.
Dikatakan pula bahwa perilaku atau tindakan (conduct) adalah cara seseorang dipandang dari sudut moral. Kode adalah seperangkat cara dan moral yang diterima, yang ada pada sekelompok masyarakat tertentu. Secara ringkas disimpulkan, bahwa:
Perlu ada satu kode etik PR yang bersifat universal, yaitu Code of Athens;
Perlu adanya satu kode perilaku (Code of Conduct) yang dapat diterapkan secara regional atau nasional, yang didasari oleh standar dan moral yang diterima;
Dilarang mengambil keuntungan dari kode etik dengan memanfaatkan situasi etik, yaitu bertindak etis hanya pada situasi yang tidak merugikan orang yang bersangkutan;
Seorang praktisi PR harus mengambil tanggung jawab penulisan kode etik perusahaan atau perilaku karyawan; dan
Seorang praktisi PR harus mempertimbangkan apakah akan berharga jika ia mengorbankan ketenteraman jiwanya untuk menyenangkan klien atau “boss”-nya, perusahaan atau orang yang bekerja di perusahaan tersebut berlaku tidak etis.
Di dalam hal ini, Sjoberg melihat perlunya ada sanksi bagi pelanggan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Dalam hal ini ia menunjuk pada kode etik PRCA yang merevisi kode perilakunya dengan mencantumkan peraturan mengenai disiplin agar perusahaan anggota dapat dikeluarkan dari keanggotaan karena alasannya tidak disiplin.
Di bawah ini adalah prinsip-prinsip umum bagi cara kerja sesuai dengan kode etik humas.
PR harus mendasarkan kerjanya atas fakta bukan fantasi; dan bekerja berdasarkan program, terutama program jangka panjang;
PR berorientasi pada prinsip pelayanan dan mengutamakan kepentingan umum dan bukan kepentingan pribadi;
Dalam cara kerjanya, PR pada umumnya berupaya mencari dukungan dari pihak luar (target audience), agar program jangka panjang maupun jangka pendek dapat tercapai, maka public interest merupakan unsur yang perlu mendapat perhatian. Dalam melakukan tugas ini PR harus mempunyai keberanian untuk mengatakan tidak kepada khalayak-khalayak dan program-program yang tidak masuk akal;
Dalam cara kerjanya sehari-hari, PR tidak terlepas dari penggunaan media, karena itu harus berteman baik dengan media, maka jalinan media relations harus kuat;
PR pada dasarnya selalu berfungsi sebagai mediator antara kepentingan perusahaan dan publiknya, karena itu dituntut mempunyai kemampuan berkomunikasi yang prima;
PR dalam melakukan komunikasi harus selalu dua arah dan harus bertanggung jawab sebagai komunikator yang baik, dan dalam hal ini harus mendasarkan cara kerjanya kepada hasil-hasil penelitian pendapat;
PR dalam batas-batas tertentu diharuskan menjelaskan sesuatu yang menjadi masalah bagi perusahaan, sebelum masalah itu berkembang menjadi apa yang disebut dengan krisis PR; dan
PR yang profesional hanya dapat diukur melalui cara kerjanya. Penampilan yang baik dari PR hanya dapat dicapai apabila PR memiliki sarana yang lengkap (fisik, sumber daya manusia, anggaran/dana serta informasi yang lengkap)
Maka dari penjelasan ini dapatlah dikatakan, bahwa kegiatan PR adalah aktivitas informasi berskala besar, yang menyangkut keterlibatan orang banyak dan menuntut pula tanggung jawab sosial yang tidak ringan. Sekalipun kegiatan PR merupakan rangkaian tindakan berdimensi ekonomis, namun harus disadari bahwa keperdulian pokoknya tetap pada usaha untuk menghasilkan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan eksistensi suatu lembaga.
Maka untuk membicarakan PR sebagai suatu lembaga profesi yang tidak bisa terlepas dari perlunya suatu kode etik bagi profesi ini, maka kita harus mengkaji pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
Sejauh mana para praktisi PR memiliki keahlian yang didapatnya, baik melalui pendidikan maupun pengalaman?
Sejauh mana para praktisi PR bersedia memikul tanggung jawab atas ketidakpuasan klien atau pihak manajemen terhadap pelayanan yang diberikan?
Sejauh mana para praktisi PR tetap menjungjung tinggi kaidah dan kode etik profesi dalam melaksanakan kegiatannya?
Sejauh mana para praktisi menyadari perlunya solidaritas dengan rekan seprofesi, sehingga setiap tindakan tidak akan membawa dampak pada profesi yang diemban?
Sejauh mana reputasi mereka dipandang baik dan terhormat, baik oleh pengguna jasa maupun rekan seprofesi?
Maka dalam kaitan pembahasan Kode Etik Humas, yang perlu memperoleh perhatian adalah peningkatan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi pada kalangan praktisinya.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

wawm ...
pembahasan yang buagus bwat mahasiswa..
cool jg..
bravo maria...
sukses y...

Elsi Felisa mengatakan...

ondeh...berat skali tulisannya...!
brp kilo neh...???
aduuuh...kpala-Qu jadi pusink...!!
whuaaa...mata-Qu sakit...!
tidaaak...!!!
:-P